Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memprediksi industri pelumas dalam negeri mampu tumbuh 3%-4% hingga akhir tahun. Sementara, hingga semester I 2019, industri pelumas telah mencatatkan ekspor sebesar US$ 147,56 juta.
Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin, Muhammad Khayam menjelaskan pertumbuhan industri ini ditopang oleh standarisasi kualitas pelumas lewat Standar Nasional Indonesia (SNI) ditambah dengan naiknya jumlah populasi kendaraan dan penggunaan pelumas di sektor industri manufaktur. Khayam berdalih bahwa penyerapan pelumas oleh industri lain akan semakin gencar setelah Kementerian Perindustrian memberlakukan SNI pelumas secara wajib dan mulai efektif pada 10 September 2019.
Khayam bilang melalui penerapan regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi ini, diharapkan dapat dicegah beredarnya produk pelumas bermutu rendah di pasar domestik, khususnya yang terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dapat mendistorsi pasar pelumas dalam negeri.
Menurut Khayam dengan diberlakukannya SNI pada pelumas, otomatis bisa mengerek penjualan pelumas dalam negeri karena sudah terjamin mutu dan kualitasnya. Asal tahu saja saat ini terdapat 44 perusahaan produsen pelumas nasional dengan kapasitas terpasang sebesar 2,04 juta kilo liter/tahun dan produksi sekitar 908.360 kilo liter/tahun yang terdiri dari pelumas otomotif sebesar 781.189 kilo liter/tahun dan pelumas industri 127.170 kilo liter/tahun.
Khayam tidak menampik perbandingan kapasitas terpasang bisa dikatakan utilisasinya di bawah 50% dan sisanya diisi dari impor. Oleh karenanya sektor pelumas dalam negeri produksinya masih sedikit. Namun, dengan didorongnya sektor manufaktur untuk kembali bergairah dan ditentukannya standarisasi pelumas, Khayam optimistis industri pelumas dalam negeri bisa menjadi lebih baik.